Langsung ke konten utama

Jurnal KimiaKu


 ” Chaetoceros calcitrans sebagai biosorben logam Pb+2”

ABSTRAK

Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan aquatik (perairan) sedangkan alga dalam bentuk biomassa dan biomassa terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah. Menurut Bachtiar (2007) Permukaan sel yang luas mengandung berbagai gugus fungsi seperti N-terminal dari gugus –NH2, C-terminal dari gugus COO-, S-terminal dari gugus –SH dan gugus fungsi rantai samping residu asam amino yang berpotensi sebagai tempat mengikat logam baik ion Pb2+.



BAB I
PENDAHULUAN
Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia saat ini. Persoalan spesifikasi logam berat terutama karena keberadaannya di alam dan akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam, serta meningkatnya logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara dan air. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting terhadap peningkatan kontaminasi tersebut.
Logam dapat membahayakan bagi kehidupan manusia jika konsentrasi melebihi batas ambang yang dijinkan. Air limbah dari perindustrian dan pertambangan merupakan sumber utama polutan logam berat. Namun demikian, meskipun konsentrasinya belum melebihi batas ambang, keberadaan logam berat telah diketahui bersifat akumulatif dalam sistem biologis.        Secara alami logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke dalam makhluk hidup, ke dalam kolam air, mengendap dan akhirnya kembali lagi ke dalam kerak bumi, tetapi kandungan alamiah logam berubah-berubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan manusia maupun karena erosi alami. Pencemaran akibat aktifitas manusia lebih banyak berpengaruh dibandingkan pencemaran secara alami. (H. Palar, 1994)
Berbagai metoda telah dikembangkan untuk memisahkan logam berat dari air limbah, antara lain meliputi metoda pengendapan kimia, filtrasi mekanik, penukar ion, elektrodeposisi, oksidasi reduksi, sistem membrane, dan adsorpsi fisik.
Mengingat resiko yang dapat ditimbulkan oleh logam berat, pemanfaatan system adsorpsi untuk pengambilan logam-logam berat dari perairan telah banyak dilakukan. Beberapa spesies alga telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa).
Chaetoceros calcitrans adalah mikrolaga dengan waktu regenerasi relatif cepat, sehingga interaksinya dengan polutan di laut dapat menyebabkan perubahan populasi, laju pertumbuhan, biokimia dan morfologi.
C. calcitrans yang terimmobilisasi pada silika gel mampu mengadsorpsi ion Cr+3 dan Al+3. Interaksi ion Cu+2 dengan C. calcitrans menunjukkan tren penurunan populasi yang berbanding lurus dengan kenaikan konsentrasi Cu+2 dengan pola yang bervariasi sebagi fungsi waktu pemeliharaan. (Uchuf pekei, 2010)

BAB II


TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Biosorpsi adalah proses penyerapan yang menggunakan material biologi sebagai biosorben. Biosorben adalah zat yang menyerap sedangkan zat yang terserap disebut adsorbat. Proses penyerapan zat terbagi dua yaitu absorpsi dan adsorpsi. Absorpsi adalah peristiwa penyerapan pada seluruh padatan, sedangkan adsorpsi pada permukaan padatan.
Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisika adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, adsorpsi disebabkan oleh gaya van der walls yang ada pada permukaan adsorbens. Pada adsorbsi kimia, terjadi reaksi antara zat yang diserap dan adsorbens.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu adsorben diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Luas permukaan adsorben
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak asorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semaki kecil ukuran diameter partikel maka semakin luas permukaan adsorben. 

2. Ukuran partikel
Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan adsorpsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0.1 mm, sedangkan ukuran diameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh. 

3. Waktu kontak
Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit. 

4. Distribusi ukuran pori
Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel adsorben. Kebanyakan zat pengasorpsi atau adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam partikel tersebut. (Emriadi, 2006)

2.2 Mikroalga sebagai biosorben
Pemanfaatan system adsorpsi untuk pengambilan logam-logam berat dari perairan telah banyak dilakukan. Beberapa spesies alga telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa gugus fungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat didalam dinding sel dalam sitoplasma.
Alga merupakan indicator yang paling tepat dan efisien untuk pencemaran logam berat, karena mikroorganisme ini dapat mengakumulasi pencemar, terdapat dalam jumlah banyak, dan korelasi antara kandungan bahan pencemar dalam air dan dalam tubuh organism dapat ditunjukkan.
Keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah :
·         Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.
·         Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak.
·         Biaya operasional yang rendah.
·         Tidak perlu nutrisi tambahan.
Mekanisme pengikatan ion-ion logam oleh alga terjadi melalui beberapa cara seperti adsorpsi melalui pertukaran ion, kompleksasi, serta entrapmen. (Eri bachtiar, 2007)


2.3 Timbal
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum (Pb). Logam ini termasuk ke dalam logam-logam golongan IVA pada rist ristal rista kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atom (BA) 207,2 adalah suaru logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327 0C. pada suhu 550-600 0C, Pb menguap dan membentuk pksigen dalam udara membentuk ristal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah ristal(II).
Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam perairan. Diperkirakan 95 % Pb dalam sedimen nonorganic dan organic dibawa oleh air sungai menuju samudra. (H. Palar, 1994)

BAB III
Chaetoceros calcitrans sebagai biosorben logam Pb+2
Larutan Ion Pb+2 dengan konsentrasi 15 dan konsentrasi 45 PPm dipaparkan ke dalam Erlenmeyer yang mengandung C.calcitrans setelah pertumbuhan optimum tercapai. Selanjutnya, pertumbuhan diamati setiap hari.
Setelah diamati, tren pertumbuhan menurun seiring dengan lamanya waktu kontak dengan logam. Hal ini mengindikasikan bahwa toksisitas ion Pb+2 cukup tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan C. calcitrans. Mikroalga umumnya memiliki mekanisme perlindungan terhadap logam beracun untuk mempertahankan kehidupannya. Mekanisme ini melibatkan pembentukan kompleks logam dengan protein dalam ristal sel sehingga logam dapat terakumulasi dalam sel tanpa menganggu pertumbuhannya. Jika konsentrasi logam demikian tinggi, akumulasi dapat menghambat pertumbuhan sel karena system perlindungan organism tidak mampu lagi mengimbangi efek toksik logam. (Yusafir hala dkk, 2012)
Berbagai mekanisme yang berbeda telah dipostulasikan untuk ikatan antara logam dengan alga/biomassa seperti pertukaran ion, pembentukan kompleks koordinasi, penyerapan secara fisik, dan pengendapan mikro. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa mekanisme pertukaran ion adalah yang lebih dominan. Hal ini dimungkinkan karena adanya gugus aktif darialga/biomassa seperti karboksil, sulfat, sulfonat dan amina yang akan berikatan dengan ion logam.
Permukaan sel yang luas mengandung berbagai gugus fungsi seperti N-terminal dari gugus –NH2, C-terminal dari gugus COO-, S-terminal dari gugus –SH dan gugus fungsi rantai samping residu asam amino yang berpotensi sebagai tempat mengikat logam ion Pb2+  merupakan borderline yang dapat berikatan dengan gugus fungsi yang terdapat pada C. calcitrans seperti gugus sulfuhidril.
Pada adsorpsi dan pertukaran ion, ion dari fasa larutan tertransfer ke fasa padatan (sorbent) sampai sorbent menjadi jenuh atau rista jenuh. Untuk meregenerasinya dilakukan desorb (pelepasan kembali).
C. calcitrans dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrient alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. (Eri bachtiar, 2007)
Menurut Harris dan Ramelow (1990), kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya dilakukan, diantaranya dengan mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan (1) Matrik polimer seperti polietilena glikol, akrilat, (2) oksida (oxides) seperti alumina, rista, (3) campuran oksida (mixed oxides) seperti ristal aluminasilikat, asam polihetero, dan (4) Karbon.


BAB IV
KESIMPULAN
Alga Chaetoceros calcitrans dapat dimanfaatkan sebagai biosorben logam berat Pb+2 melalui mekanisme pertukaran ion pada permukaan alga yang memiliki sel yang luas mengandung berbagai gugus fungsi seperti N-terminal dari gugus –NH2, C-terminal dari gugus COO-, S-terminal dari gugus –SH dan gugus fungsi rantai samping residu asam amino yang berpotensi sebagai tempat mengikat logam  ion Pb2+ . Sehingga dapat disimpulkan bahwa alga Chaetoceros calcitrans dapat digunakan sebagai biosorben logam-logam berat.
















Komentar

most popular post

RPP Kimia Kurikulum 2013

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) “SIFAT KOLIGATIF LARUTAN” Sekolah                       :  MAN Tembilahan Mata pelajaran             : Kimia Kelas/ semester           :  XII/I Materi Pokok              :  Sifat Koligatif Larutan Sub Materi                  :  Kenaikan Titik Didih

Praktikum Fisika Dasar II

Percobaan Fisika Dasar II Prinsip Transformator Sedikit sharing nih, mengenai percobaan Fisika Dasar yang pernah saya lakukan, yaitu prinsip transformator.