Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Selain aspek kognitif dan psikomotorik, aspek afektif juga sangat penting
dalam menentukan hasil pembelajaran. Tipe hasil belajar afektif tampak pada
siswa dalam berbagai bentuk tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap
pelajaran, disiplin,motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,
kebiasaan belajar dan hubungan sosial.
hasil belajar ranah afektif sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, moral dan sikap dari masing-masing siswa yang bersangkutan (Jufri, 2010 :71-72).Pemahaman guru tentang perkembangan aspek afektif siswa merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan belajarnya, aspek afektif tersebut dapat terlihat selama pembelajaran terutama ketika siswa bekerja kelompok. Oleh karena itu, selama pembelajaran ( termasuk saat siswa kerja kelompok) guru senantiasa terus memantau dan mengamati aktivitas siswanya.
hasil belajar ranah afektif sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, moral dan sikap dari masing-masing siswa yang bersangkutan (Jufri, 2010 :71-72).Pemahaman guru tentang perkembangan aspek afektif siswa merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan belajarnya, aspek afektif tersebut dapat terlihat selama pembelajaran terutama ketika siswa bekerja kelompok. Oleh karena itu, selama pembelajaran ( termasuk saat siswa kerja kelompok) guru senantiasa terus memantau dan mengamati aktivitas siswanya.
Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi
positif yang tinggi. Proses pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan menuju
bentuk sikap dan tingkah laku adalah proses kejiwaan yang musykil. Seorang
individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata
melakukannya tidak selalu karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu
tercela, atau tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat.(Sunarto, 2002)
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang yang berlaku di dalam
masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun ( Sutikna,1998:5).
Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban dan sebagainya (Purwadarminto,1957:957). Dengan kata lain bahwa moral
berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan perbuatan yang benar dan yang salah
sebagai alat kendali dalam bertingkah laku. Moral sering dianggap sebagai
prinsip dan patokan yang berhubungan dengan benar dan salah oleh masyarakat
tertentu, dapat pula diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan norma benar
atau salah tersebut. Disamping nilai dan moral ada juga sikap, yang menurut
Gerung sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap
sesuatu hal ( Mappiare,1982:58). Sikap merupakan motif yang mendasari tingkah
laku seseorang.
Antara nilai, moral dan sikap serta tingkah laku memiliki keterkaitan yang
tampak dalam penerapan atau pengalaman nilai-nilai tersebut. Dimana nilai-nilai
perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru
akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan akhirnya
terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Setiap individu memiliki tingkat perkembangan nilai, moral dan sikap yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Hal itu dipengaruhi oleh
beberapa factor yang secara umum dipengaruhi oleh factor lingkungan dan factor
usia. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dalam makalah kami yang akan
membahas tentang factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, sikap dan
moral, perbedaan individu dalam perkembangan nilai,moral dan sikap serta upaya
mengembangkan nilai,moral dan sikap remaja serta implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.
II.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
- Apakah
pengertian dan karakteristik antara nilai, moral, dan sikap serta
pengaruhnya terhadap tingkah laku?
- Bagaimana
karakteristik nilai, sikap, dan moral remaja?
- Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai,moral dan sikap?
- Bagaimana
perbedaan individu dalam perkembangan nilai,moral dan sikap?
- Apakah
upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap pengembangan nilai, moral, dan
sikap remaja dalam penyelenggaraan pendidikan?
III.
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian dan
karakteristik antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah
laku.
2.
Mengetahui karakteristik nilai,
sikap, dan moral remaja.
3.
Memberikan penjelasan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan nilai,moral dan sikap.
4.
Mengetahui perbedaan individu dalam
perkembangan nilai,moral dan sikap.
5.
Memberikan gambaran tentang upaya-upaya
yang dapat dilakukan terhadap pengembangan nilai, moral, dan sikap remaja dalam
penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap
Ada tiga konsep yang masing-masing
mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar terhadap perkembangan
perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja.
1. Nilai
Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai
adalah harga, angka kepandaian. Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu
tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih
alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spranger,
kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan
kesejahteraan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam
kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui kekuatan individual yang
dikenal dengan istilah “ roh subjektif” (subjective spirit) dan
kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh objektif” (objevtive spirit).
Roh objektif akan berkembang manakala didukung oleh roh subjektif, sebaliknya
roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan berpedoman kepada roh objektif
yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai.
Nilai merupakan sesuatu yang
memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang
dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari
dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta
diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan standar
konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi
kebutuhan psikologisnya.
Spranger menggolongkan nilai itu
kedalam enam jenis, yaitu:
a. nilai teori
atau nilai keilmuan (I)
b. nilai
ekonomi (E)
c. nilai sosial
atau nilai solidaritas (Sd)
d. nilai agama
(A)
e. nilai seni
(S)
f. nilai
politik atau nilai kuasa (K)
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang
termasuk dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, antara lain :
1.
Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia,
2.
Mengembangkan sikap tenggang rasa,
dan
3.
Tidak semena-mena terhadap orang
lain, berani membela kebenaran dan keadilan, dan sebagainya. (Sunarto, 2002)
2. Moral
Istilah moral berasal dari kata
Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau
kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan
pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok
sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi
individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang
diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis,
adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang
damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Perubahan pokok dalam moralitas
selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan
konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode
moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan mengendalikan
perilaku melalui perkembangan hati nurani. Tokoh yang paling terkenal dalam
kaitannya dengan pengkajian perkembangan perkembangan moral adalah Lawrence E.
Kohlbert (1995). Melalui desertasinya yang sangat monumental yang berjudul The
Development of Modes of Moral Thinking and Choice in the Years 10 to 16. Berdasarkan
penelitiannya itu, Kohlbert (1995) menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
a. penilaian
dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
b. Terdapat
sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus
diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan moralnya.
c. Membenarkan
gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai
tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
Ada tiga
tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
a. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
a. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
b.
Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai
kodeprilaku.
c. Melakukan
pengendalian terhadap perilaku sendiri.
3. Sikap
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap
adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari,
mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam
bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan
dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat
diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons
reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau
situasi.
Menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary
of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa
sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familiar, dan personal. Artinya,
kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu
kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap
kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok
budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari
generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin
tingkah laku individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan
pengalaman individu itu sendiri. Para ahli psikologi sosial bahkan percaya
bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu adalah propaganda dan sugesti
dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang
secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
Stephen R. Covey mengemukakan tiga
teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun
kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu:
a. Determinisme genetis (genetic
determinism): berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap
kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti
sikap dan tabiat nenek moyangnya.
b. Determinisme psikis (psychic
determinism): berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil pelakuan,
pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya.
c. Determinism lingkungan (environmental
determinism): berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan
memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan/pimpinan memperlakukan kita,
bagaimana pasangankita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau
kebijakan-kebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan sikap individu.
Sikap merupakan salah satu aspek
psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan
untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap
setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga
perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan
individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen
untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan
untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat
umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap.
Dari beberapa teknik atau skala
sikap yang dapat digunakan, ada dua skala sikap yang utama dan dikenal sangat
luas, yaitu:
a. Skala Likert
Dalam skala ini disajikan satu seri
pertanyaan-pertanyaan sederhana. Kemudian responden diukur sikapnya untuk
menjawab dengan cara memilih salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan.
Yaitu:
1) Sangat setuju
2) Setuju
3) Ragu-ragu/netral
4) Tidak setuju, dan
5) Sangat tidak setuju.
b. Skala Thurstone
Dalam skala ini
terdapat sejumlah pernyataan derajat-derajat kekuatan yang berbeda-beda dan
responden/subjek yang bersangkutan dapat menyatakan persetujuan atau penolakan
terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Butir-butir pernyataannya dipilih
sedemikian rupa sehingga tersusun sepanjang satu skala interval-sama, dari yang
sangat menyenangi sampai yang sangat tidak menyenangkan.
B. Karakteristik Nilai, Moral, dan
Sikap Remaja
Karena masa remaja merupakan masa
mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk
menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode penting dalam
pembentukan nilai. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol
berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat diperlukan sebagai
pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk
menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang.
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah
yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak
hanya lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber
moral yang menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja
dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan
dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum
mampu mempertanggujawabkan secara pribadi.
Tingkat perkembangan fisik psikis yang dicapai
remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang
cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap
menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua atau orang dewasa lainnya. Apabila
kalau orang tua dan orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya
kepada remaja. Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh
para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai untuk kemampuan
berfikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala
sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta
berkembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
Menurut Kohlberg ada enam tahap
dalam perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan
tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan menurut Kohlberg, antara lain:
I.
Prakonvensional
II.
Konvensional
III.
Pasca-konvensional
Dimana masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap,
sehingga totalnya menjadi enam tahap ( stadium) yang berkembang secara
bertingkat dan dalam urutan yang tetap. Namun, tidak semua individu mencapai
tahap terakhir perkembngan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa
yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Sesudah stadium ini datanglah:
Tingkat I : Prakonvensional, yang
terdiri dari tahap 1 dan 2
Pada tahap 1, anak
berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik dan buruk atas
dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan
ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus
menurut atau kalau tidak akan memperoleh hukuman.
Pada tahap 2, berlaku
prinsip Relativistik-Hedonism. Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak
tergantung pada aturan yang berada diluar dirinya, atau aturan yang ditentukan
oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa
segi. Jadi ada Relativisme yang artinya bergantung pada kebutuhan dan
kesanggupan seseorang ( hedonoistik).
Tingkat II: Konvensional
Tahap 3, menyangkut
orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mencapai unsure belasan
tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik atau tidak baiknya perbuatan itu oleh orang lain.disini,
masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan seseorang itu baik
atau tidak.
Tahap 4, yaitu
tahap yang mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini
perbuatan baik yang diperlihatkan orang bukan hanya agar dspst diterima oleh
lingkungan masyarakatnya, melainkann bertujuan agar ikut mempertahankan
aturan-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik adalah berkewajiban
untuk ikut melaksanaklan aturan-atiran yang berlaku dengan baik agar tidak
menimbulkan kekacauan.
Tingkat III : Pasca-Konvensional
Tahap 5, merupakan
tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahp ini adanya hubungan timbale balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial, yaitu dengan masyarakat. Dalam hal ini, seseorang harus memperlihatkan
kewajibannya, dimana ia harus berbuat sesuai dengan norma-norma sosial karena
sebaliknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan menghormati dan menghargai
serta memberikan perlindungan kepadanya.
Tahap 6, tahap ini
disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etik di samping norma
pribadi dan subjektif. Dalam perjanjian antara seseorang dengan masyarakatnya
ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah perbuatan itu baik atau tidak.
Subjektivisme disini maksudnya ada perbedaan penilaian antara seseorang dengan
orang lain. Dalam hal ini usur etika yang akan menentukan apakah yang boleh dan
baik dilakukan atau sebaliknya.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah
laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor
lingkungan memegang peranan penting. Di antara segala unsure lingkungan sosial
yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan
berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai
perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial terdekat yang
terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan Pembina. Makin
jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin
kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang
sesuai. (Sunarto, 2002)
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan
sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan,
baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana
rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan
berkembang di dalam dirinya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara
psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius
dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas
tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya insividu ytang tumbuh dan
berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi
yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka
harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang
memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji
menjadi diragukan.
D. Perbedaan Individual dalam Perkembangan
Nilai, Moral dan Sikap
Dalam kenyataan sehari-hari selalu
ada saja gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai
nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Misalnya pemahaman konsep dan
nilai tenggang rasa, bila dibandingkan dengan sikap serta tingkah lakunya dalam
kaitannya dengan tenggang rasa, memungkinkan kita menempatkan individu dalam
satu kontinum.
v Di ujung
paling kiri, kita kelompokkan individu yang hampir-hampir atau sama sekali
tidak tahu tentang konsep dan nilai tenggang rasa dan karenanya juga tidak
bertindak secara benar ditinjau dari konsep tenggang rasa.
v Di ujung
paling kanan terdapat individu yang baik pengetahuan maupun tingkah lakunya,
mencerminkan penghayatan nilai tenggang rasa yang sangat meyakinkan.
Diantara dua ujung yang ekstrem ini,
kita kelompokkan individu-individu yang memiliki berbagai tingkat pemahaman dan
yang memperlihatkan berbagai bentuk tingkah laku, sehingga garis kontinum itu
terisi seluruhnya.
Sesuatu yang dipandang bernilai dan
bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok masyarakat sosial tertentu
belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat lain. Sama halnya, sesuatu
yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu keluarga
tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga lain. Ada suatu keluarga
yang mengharuskan para anggota berpakaian muslimah dan sopan karena cara
berpakaian seperti itulah dipandang bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada
keluarga lain yang lebih senang dan memandang lebih bernilai jika anggotanya
berpakaian modis, trendi, dan mengikuti tren mode yang sedang merak dikalangan
selebritis.
Oleh sebab itu, hal yang wajar jika
terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat
tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. Perbedaan individual
didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individu. Dalam
teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap
individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi
kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya
meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan
individu yang lahir pada waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan
lebih maju tingkat pemikirannya.
E.
Upaya Mengembangkan Nilai, Moral dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Apa yang terjadi dalam diri pribadi
seseorang hanya dapat didekati melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan
mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tersebut, maupun membandingkannya
dengan gejala sertra tingkah laku orang lain. Diantara proses kejiwaan yang sulit
untuk dipahami adalah proses terjadinya dan terjelmanya nilai-nilai hidup dalam
diri individu, yang mungkin didahului oleh pengenalan nilai secara
intelektual,disusul oleh penhayatan nilai tersebut, dan kemudian tumbuh didalam
diri seseorang sedemikian rupa kuatnya sehingga seluruh jalan pikiran, tingkah
lakunya serta sikapnya terhadap segala sesuatu di luar dirinya, bukan saja
diwarnai tetapi juga dijiwai oleh nilai tersebut
Karena itu, ada kemungkinan bahwa
ada individu yang tahu tentang sesuatu nilai tetap menjadi pengetahuan. Tidak
semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan,
maka kita dihadapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang
dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah:
a.
Menciptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan
pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak tidak pasif
mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku sesuai
dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak harus dirangsang supaya
lebih aktif. Hendaknya ada upaya yang mengikutsertakan remaja dalam
pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga. Sedangkan dalam
kelompok sebaya, remaja turut serta secara aktif dalam tanggung jawab dan penentuan
maupun keputusan kelompok.
Disekolah para remaja hendaknya
diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral, misalnya
dalam kerja kelompok,sehingga dia belajar untuk tidak melakukan sesuatu yang
akan merugikan orang lain karena hal ini tidak sesuai dengan nilai atau norma
moral.
b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Seseorang yang mempelajari nilai
hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku
sebagai pencerminan nilai hidup tersebut umunya adalah seseorang yang hidup
dalam lingkungan yang secara positif, jujur, dan konsekuen yang senantiasa
mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup tersebut.
Ini berarti antara lain, bahwa usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya
tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi
mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana factor-faktor lingkungan
itu sendiri merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup tersebut.
Karena lingkungan merupakan factor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka
tampaknya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat terutama
mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan Pembina yaitu orang tua dan guru.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna,
pengaruh, dan konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu,
termasuk juga perilaku remaja.
1. Nilai
Nilai
merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat
keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
2. Moral
Istilah
moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan
ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar.
3. Sikap
Fishbein
(1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten terhadap suatu objek.
Secara umum perkembangan nilai,
moral dan sikap pada individu di pengaruhi oleh factor eksternal atau faktpr
yang berasal dari luar individu, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dimana dalam lingkungan ada interaksi antara lingkungan dengan
individu.Setiap individu memiliki perkembangan nilai, moral dan sikap yang
berbeda-beda. Hal itu tergantung usia, factor kebudayaan dan tingkat
pemahamannya.
Upaya –upaya yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangn nilai, moral dan sikap remaja adalah menciptakan
komunikasi di samping memberi informasi,tetapi remaja diberikan kesempatan
untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan sistem lingkungan
yang kondusif atau aman. Sehingga guru mampu mengajar dan mendidik dengan baik
serta peserta didik mampu menerima dan mengaplikasikannnya dengan baik pula.
B.
SARAN
Sebagai manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan, tentu kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran-saran yang membangun
dari pembaca agar makalah ini dapat memberikan manfaat sebagaimana mestinya.
wah ,, kpanjangan .
BalasHapusdikasi read more aja neng :)
iy, sdh diperbaiki tampilannya, maksih kunjungnnya n commentnya :)
Hapus