Langsung ke konten utama

Makalah Penelitian Kualitatif : Naratif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki cerita yang berbeda-beda sesuai dengan perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup ini yang seringkali disebut sebagai pengalaman. Pengalaman dalam kehidupan individu bersifat rahasia, terbuka atau dapat dibagi ke individu yang lain. Umumnya pengalaman yang dishare atau diceritakan ke orang lain merupakan pengalaman berkesan individu yang dapat diambil hikmah positif dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perkembangannya pengalaman individu tersebut dapat dijadikan data penelitian yang dirangkum dalam narasi. Penelitian yang berperan dalam menceritakan kembali pengalaman individu disebut penelitian naratif. Dalam penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan para individu, mengumpulkan dan menceritakan kembali kisah-kisah tentang kehidupan orang lain dan menarasikan pengalaman-pengalaman individu.
Penelitian naratif berfungsi untuk memberikan keteraturan pada kronologis cerita. Metode penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting).  Pengolahan data penelitian ini sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan (field text), gambar, foto, rekaman, video dan lain-lain. Peneliti kualitatif mencari informasi berupa cerita dari pengalaman kehidupan seseorang seperti cerita tentang kelas, sekolah, masalah pendidikan, atau latar belakang pekerjaan seseorang. Sehingga data yang diperoleh dapat dilaporkan menggunakan desain penelitian naratif yang selanjutnya disebut sebagai riset naratif.  

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang maka tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.      Definisi riset naratif dan kapan riset naratif digunakan,
2.      Jenis-jenis riset naratif,
3.      Karakteristik riset naratif,
4.      Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif, dan
5.      Kriteria untuk mengevaluasi riset naratif.
6.      Penerapan riset naratif dalam artikel ilmiah



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Riset Naratif
Riset naratif merupakan laporan bersifat narasi yang menceritakan urutan peristiwa secara terperinci. Dalam desain riset naratif, peneliti menggambarkan kehidupan seseorang dengan mengumpulkan cerita tentang kehidupan sesorang dan mendeskripsikannya dalam bentuk narasi (Connelly & Clandinin, 1990). Riset naratif biasanya berfokus pada studi seseorang atau individu tunggal dan bagaimana individu tersebut memberikan makna terhadap pengalamannya melalui cerita-cerita yang disampaikan. Jadi, pengumpulan data oleh peneliti dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan cerita dari pengalaman individu kemudian membahas makna pengalaman itu bagi individu.
Riset naratif biasanya digunakan ketika peneliti berkehendak atau berkeinginan untuk menceritakan cerita atau pengalaman seseorang dan ingin melaporkan cerita mereka. McCarthey(1994) menyatakan bahwa Riset naratif dapat ditulis dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk sastra persuasif yang memiliki relevansi kuat dengan literatur yang tersedia. Dengan melakukan riset naratif, peneliti harus membuat hubungan yang baik dengan partisipan agar peneliti maupun partisipan merasa nyaman dengan proses penelitian yang dilakukan.
Desain riset naratif baru ditinjau secara luas dalam bidang pendidikan pada tahun 1990. Tokoh pendidikan Clandinin & Connelly (1990) untuk pertama kalinya yang memberikan tinjauan penelitian naratif dalam bidang pendidikan yaitu aplikasi penelitian naratif dalam ilmu sosial, menguraikan proses pengum-pulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif. Tren atau kecenderungan mempengaruhi perkembangan riset naratif dalam bidang pendidikan meliputi: (1) Adanya peningkatan perhatian pada refleksi guru, (2) Perhatian lebih ditekankan pada pengetahuan guru (apa yang mereka tahu, bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka menjadi profesional, dan bagaimana mereka membuat tindakan dalam kelas), (3) Peneliti mencoba mengangkat cerita guru dan dilaporkan sebagai pengalaman mereka.
Riset naratif memiliki banyak bentuk, menggunakan beragam praktik analitis, dan berakar pada beragam ilmu sosial dan humaniora. “Naratif” disini mungkin adalah fenomena yang sedang dipelajari, misalnya narasi tentang penyakit, atau mungkin merupakan metode yang digunakan dalam studi, misalnya prosedur dalam menganalisis suatu cerita (Clandinin & Connelly, 2000). Sebagai metode, Riset naratif ini dimulai dari pengalaman dan diekspresikan dalam cerita yang disampaikan oleh individu. Para peneliti mencari cara untuk menganalisis dan memahami cerita tersebut. Maka, riset naratif dapat juga didefinisikan sebagai tipe desain kualitatif yang spesifik dimana narasinya dipahami sebagai teks yang dituturkan atau dituliskan dengan menceritakan rangkaian suatu peristiwa yang terhubung secara kronologis. Prosedur dalam pelaksanaan riset ini dimulai dengan memfokuskan pada pengkajian terhadap satu atau dua individu, mengumpulkan data melalui cerita individu, melaporkan pengalaman individu, dan menyusun kronologis dan makna dari pengalaman tersebut (atau menggunakan tahapan pengalaman hidup (life course stages).

2.2 Jenis-jenis Riset Naratif
Riset naratif merupakan kategori dari penelitian praktis ketika peneliti  membuat laporan naratif dari suatu cerita individu. Peneliti kualitatif yang merencanakan studi naratif  perlu pengenalan terhadap masing-masing jenis riset naratif. Sebab, jenis-jenis naratif memiliki stuktur dan bahan rujukan yang berbeda-beda. Dalam studi naratif mempertimbangkan jenis naratif apa yang digunakan dalam penelitian, tetapi hal yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik essensial dari tiap-tiap jenis naratif yang digunakan dalam riset tersebut. Lima pertanyaan berikut ini yang akan membantu dalam menentukan jenis studi naratif, meliputi (Creswell 2012: 503):
1.         Siapa yang menulis atau mencatat cerita?
Menentukan siapa penulis atau pencatat cerita merupakan hal mendasar dalam riset naratif yang berbeda dari lainnya.
2.         Berapa banyak cerita dari suatu kehidupan yang dicatat dan disajikan?
Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan kehidupan, tetapi malah berfokus pada satu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan individu.
3.         Siapa yang memberikan cerita?
Pertanyaan ketiga ini bertujuan untuk mempelajari lebih dekat siapa yang membagikan cerita. Faktor khusus ini relevan dalam pendidikan, dimana tipe pendidik menjadi pusat perhatian dalam beberapa studi naratif. Misalnya, cerita guru yang merupakan catatan pribadi mengenai pengalamannya di kelas mereka sendiri. Sebagai peneliti berperan melaporkan cerita guru yang berhasil direkamnya terkait dengan kehidupan guru sebagai professional ataupun si pembelajar di dalam kelas.  
4.         Apakah suatu pandangan teoritis digunakan?
Suatu pandangan teoritis dalam penelitian naratif adalah pedoman perspektif atau ideologi yang memberikan kerangka untuk menyokong dan menulis laporan.
5.           Dapatkah bentuk naratif dikombinasikan?
Suatu studi naratif kebanyakan adalah biografi karena peneliti hanya menulis dan melaporkan tentang cerita partisipan dalam penelitiannya. Penelitian dapat terfokus pada studi pribadi dari individu. Hal ini dapat menunjukkan suatu peristiwa dalam kehidupan guru, misalnya pemecatan guru dari sekolah. Jika partisipannya adalah seorang wanita, maka peneliti akan menggunakan teoritis “feminist” untuk menguji kekuatan dan mengontrol masalahnya. Peneliti akhirnya dapat menghasilkan suatu riset naratif dari kombinasi unsur-unsur yang berbeda yaitu gabungan dari biografi, personal account, cerita guru dan perspektif “feminist”.
Jenis riset naratif berdasarkan analisisnya antara lain adalah auto-biografi, biografi, dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, dan autoetnografi. Penjelasan dari masing-masing jenis riset naratif tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Autobiografi merupakan bentuk studi naratif dimana individu yang menjadi subjek studi yang menulis laporannya.
2.      Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan mencatat pengalaman orang lain. Pembaca dapat menganalisa biografi tersebut sehingga dapat menentukan siapa yang menulis dan mencatat cerita.
3.      Riwayat hidup adalah suatu naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang meliputi peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Dari hasil riset naratif  riwayat hidup ini, pembaca dapat menganalisa serta melihat seberapa banyak suatu kehidupan yang dapat dicatat dan disajikan oleh penulis.
4.      Personal account adalah suatu naratif mengenai seseorang. Sebagai contoh, naratif guru tentang pengalamannya di dalam kelas. Studi naratif yang lain berfokus pada siswa di dalam kelas. Individu lain yang dapat memberikan cerita misalnya tenaga admnistrasi pendidikan, pramusaji, tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain. Dengan ini pembaca dapat melihat siapa yang memberikan cerita.



2.3 Karakteristik Riset Naratif
Seperti kebanyakan penelitian kualitatif, tinjauan kepustakaan memberikan peran kecil, khususnya dalam mengarahkan pertanyaan penelitian, dan peneliti menekankan pentingnya belajar dari partisipan dalam suatu ranah. Pembelajaran ini terjadi melalui cerita yang dikisahkan oleh seseorang, seperti guru dan siswa. Cerita merupakan datanya dan biasanya peneliti mengumpul-kannya melalui wawancara atau percakapan informal. Cerita ini disebut field texts (teks lapangan) (Clandinin & Connelly, 2000) yang merupakan data kasar bagi peneliti untuk dianalisis ketika peneliti menceritakan kembali kisah tersebut berdasarkan elemen naratif, seperti pemasalahan, tokoh, ranah, tindakan, dan resolusi.
Proses Penelitian
Karakteristik Penelitian
Karakteristik Penelitian Naratif
Mengidentifikasi masalah penelitian
·   Permasalahan kualitatif membutuhkan eksplorasi dan pemahaman.
·   Mencoba memahami dan merepresentasikan pengalaman melalui cerita-cerita yang dialami dan dikisahkan individu-individu
Tinjauan kepustakaan
·   Kepustakaan kualitatif memainkan peran kecil.
·   Kepustakaan kualitatif menjustifikasi permasalahn penelitian.
·   Mencoba meminimalkan penggunaan kepustakaan dan memfokuskan pada pengalaman individu-individu
Mengembangkan pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan penelitian.
·   Pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan penelitian kualitatif luas dan umum.
·   Pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan penelitian kualitatif mencari pengalaman partisipan.
·   Mencoba mengeksplorasi makna pengalaman individu seperti yang dikisahkan melalui suatu cerita atau berbagai cerita.
Mengumpulkan data kualitatif
·   Mengumpulkan data kualitatif didasarkan pada penggunaan protocol yang dikembangkan selama penelitian.
·   Mengumpulkan data kualitatif melibatkan mengumpulkan data teks atau gambar.
·   Mengumpulkan data kualitatif melibatkan mempelajari sejumlah kecil individu atau tempat.
·   Mencoba mengumpulkan field texts (teks lapangan) yang mendokumentasikan cerita individu dengan kata-katanya sendiri.
Menganalisis dan menginterpretasi data kualitatif.
·  Analisis data kualitatif berupa analisis teks.
·   Mencoba manganalisis cerita dengan menceritakan kembali kisah individu.
·   Mencoba manganalisis cerita dengan mengidentifikasi tempat atau kategori informasi.
·   Mencoba menempatkan cerita dalam tempat atau ranah.
·   Mencoba manganalisis cerita untuk informasi kronologis tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan individu.
Menulis dan mengevaluasi penelitian.
·   Penelitian kualitatif melaporkan penggunaan struktur yang fleksibel dan yang muncul serta criteria evaluasi.
·   Peneliti kualitatif mengambil pendekatan refleksif dan terbias.
·   Mencoba berkolaborasi dengan partisipan ketika menulis penelitian.
·   Mencoba menulis ceritanya dengan cara bercerita (Strorytelling) yang fleksibel.
·   Mencoba mengevaluasi penelitian berdasarkan kedalaman, keakuratan, persuasivitas, dan realisme ceritanya.

Tujuh karakteristik utama riset naratif yaitu :
1.      Pengalaman Individu
Pengalaman dalam riset naratif bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu dan sosial (individu saat berinteraksi dengan orang lain). Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa pengalaman individu merupakan lensa sentral untuk memahami seseorang. Clandinin & Connelly (2000) melihat pengalaman sebagai sesuatu yang berkelanjutan, dimana satu pengalaman akan memunculkan pengalaman yang lain. Jadi, peneliti naratif terfokus pada bagaimana memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman itu memberikan kontribusi pada pengalaman saat ini serta yang akan datang.
2.      Kronologi Pengalaman
Memahami masa lalu maupun masa kini dan masa depan individu merupakan salah satu kunci lain dalam riset naratif. Riset naratif menganalisis dan melaporkan suatu kronologi pengalaman seorang individu. Ketika peneliti fokus pada pemahaman suatu pengalaman, maka pengalaman itu akan mem-berikan informasi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan partisipan. Kronologi dalam rancangan naratif berarti bahwa peneliti menganalisis dan menulis tentang kehidupan seseorang individu dengan menggunakan sekuensi waktu atau kronologi kejadian. Contohnya, dalam suatu penelitian tentang penggunaan teknologi komputer oleh seorang guru di  ruang kelas SMA, peneliti akan memasukkan informasi tentang pengenalan komputer yang dilakukan oleh guru, penggunaan komputer saat ini, dan tujuan serta harapan adanya penggunaan di masa mendatang. Cerita kemudian akan dilaporkan oleh peneliti dalam bentuk deskripsi tentang sekuensi guru tersebut.
3.      Pengumpulan cerita individu
Untuk mengembangkan prespektif kronologis pengalaman seseorang, peneliti naratif meminta kepada partisipan untuk menceritakan sebuah kisah (atau beberapa kisah) tentang pengalamannya. Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari beberapa sumber data. Field texts (teks lapangan) mempresentasikan informasi dari sumber-sumber yang berbeda yang dikumpulkan oleh peneliti dalam satu rancangan naratif. Pengumpulan data dari peneliti naratif berupa diskusi, percakapan, atau wawancara antara seorang peneliti dan seorang individu. Jurnal atau catatan harian juga merupakan bentuk lain untuk mengumpulkan cerita, seperti halnya catatan lapangan (field notes) yang ditulis oleh peneliti atau partisipan.
4.      Menceritakan kembali
Setelah individu bercerita tentang pengalamannya, peneliti menyampaikan/ menceritakan/ memetakan kembali cerita tersebut dengan kalimatnya sendiri. Saat menceritakan kembali merupakan proses dimana peneliti mengumpulkan cerita, lalu menganalisis untuk menemukan inti dari cerita (misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu menuliskan kembali cerita tersebut untuk mendapatkannya dalam urutan kronologis. Terdapat tiga tahapan dalam proses menceritakan kembali menurut Assjari dan Permanarian (2010) yaitu :
a.    Hasil wawancara yang diperoleh peneliti ditranskripsi dari rekaman audio yang ditunjukkan dalam kolom pertama sebagai data mentah.
b.    Peneliti mentranskripsi ulang data mentah tersebut dengan cara mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari cerita. Pengulangan transkripsi ditunjukkan pada kolom kedua. Elemen-elemnen yang menjadi kunci cerita diletakkan dibagian bawah tabel agar memudahkan peneliti mengindikasikan kode terkait setting, karakter, tindakan, masalah ataupun penyelesaian konflik.
c.    Pengorganisasian kode kunci kedalam sebuah urutan yang disajikan dtulisan. Pengerjaan transkipsi tersebut untuk mengidentifikasi elemen-elemen dalam cerita dan menceritakan kembali secara logis sesuai dengan urutannya.
5.      Proses pengkodean tema
Seperti halnya penelitian kualitatif yang lain, data yang diperoleh dapat disegmentasi menjadi tema. Seperti semua peneliti kualitatif, peneliti meng-identifikasi sejumlah kecil tema ini ke dalam uraian tentang cerita individu atau memasukkannya sebagai bagian terpisah dalam penelitian. Peneliti naratif biasanya menyuguhkan tema setelah menceritakan kembali kisahnya.
6.      Konteks atau setting
Peneliti naratif menggambarkan secara rinci konteks atau setting dimana partisipan mengalami fenomena dalam ceritanya. Setting dalam riset naratif bisa berupa teman, keluarga, tempat kerja, rumah, organisasi sosial, atau sekolah. Dalam beberapa studi naratif, catatan tentang .
7.      Berinteraksi dengan partisipan
Di sepanjang proses penelitian, peneliti naratif berinteraksi dengan partisipan yang diteliti. Interaksi dalam riset naratif berarti bahwa peneliti secara aktif melibatkan partisipan dalam proses penelitian. Interaksi ini melibatkan banyak langkah dalam proses penelitian, mulai dari memformasikan suatu fenomena, memilih tipe field texts mana yang akan dipakai untuk mencatat informasi, sampai menuliskan kembali cerita dari pengalaman partisipan. Interaksi ini melibatkan penegosasian hubungan antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi adanya kesenjangan antara cerita yang disampaikan dan cerita yang dilaporkan (Clandinin & Connelly, 2000).

2.4 Langkah-langkah dalam Melakukan Penelitian Naratif
Peneliti yang melakukan studi naratif melewati proses yang sama tanpa memperhatikan jenis atau bentuk penelitian naratif.
1.      Mengidentifikasi sebuah fenomena untuk diteliti yang mengarah pada permasalahan di dunia pendidikan
Proses penelitian diawali dengan memberikan pusat perhatian yang khusus pada masalah penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi. Walaupun fenomena yang diangkat dalam penelitian merupakan suatu cerita, peneliti tetap perlu mengidentifikasi masalahnya. Artinya, peneliti berusaha memahami pengala-man pribadi seseorang khususnya dalam lingkup pendidikan.   
2.      Memilih responden yang dapat memberikan informasi bagi peneliti berkenaan dengan fenomena yang akan diteliti
Peneliti selanjutnya mencari seseorang/ partisipan yang bisa memberikan pemahaman tentang fenomena tersebut. Partisipan tersebut mungkin adalah seseorang yang kritis untuk belajar karena telah mengalami masalah-masalah atau situasi tertentu. Meskipun kebanyakan studi naratif hanya meneliti satu individu saja, sebenarnya riset ini juga dapat mempelajari beberapa individu dalam sebuah proyek, sehingga nantinya akan banyak cerita yang mungkin bertentangan atau saling mendukung satu sama lain















Gambar 1. Langkah-langkah dalam Melakukan Penelitian Naratif (Creswell, 2012: 514)

3.      Mengumpulkan cerita dari individu bersangkutan
Peneliti mengumpulkan data (field texts) yang dapat memberikan cerita dari pengalaman partisipan. Langkah terbaik yang kemungkinan dapat dilakukan untuk mengumpulkan cerita adalah melalui percakapan atau wawancara langsung dengan partisipan. Peneliti juga dapat mengumpulkan data (field texts) dari sumber yang lain, seperti jurnal atau catatan harian yang dibuat sendiri oleh partisipan, mengamati partisipan lalu membuat “field note”, mengumpulkan surat-surat yang dikirim oleh partisipan, mengumpulkan cerita partisipan dari anggota keluarganya, mengumpulkan dokumen resmi, foto, dan barang pribadi yang lain milik partisipan, serta mencatat pengalaman hidup partisipan (Clandinin & Connelly, 2000).  
4.      Restory atau menceritakan kembali cerita responden
Proses ini meliputi pemeriksaan data kasar/mentah, mengidentifikasi unsur-unsur cerita di dalamnya, mengurutkan atau mengorganisir unsur-unsur cerita kemudian menyaji ulang cerita yang menggambarkan pengalaman partisipan. Peneliti perlu melakukan restory menjadi urutan yang logis agar pendengar dan pembaca lebih memahami cerita yang disampaikan oleh partisipan.
5.      Berkolaborasi dengan partisipan
Peneliti secara aktif berinteraksi langsung dengan partisipan sepanjang proses penelitian seperti negoisasi agar peneliti bisa memasuki tempat penelitian dan bekerja secara dekat dengan partisipan. Sehingga, peneliti bisa mendapatkan field text tentang pengalaman partisipan, lalu menulis dan menceritakan pengalaman tersebut dengan kata-kata peneliti sendiri.    
6.      Menuliskan pengalaman partisipan dalam bentuk laporan naratif
Langkah utama dalam proses penelitian yaitu peniliti harus mampu menuliskan dan menyajikan cerita dari pengalaman partisipan. Upaya peneliti untuk menyampaikan kembali makna dari cerita partisipan merupakan pusat perhatian dalam laporan naratif. Selanjutnya peneliti harus menyertakan suatu analisis untuk menyoroti tema khusus yang muncul sepanjang cerita.
7.      Validasi keakuratan laporan
Peneliti juga perlu memvalidasi keakuratan dari laporan naratifnya. Validasi dapat dilakukan dengan cara memberikan laporan naratif kepada partisipan (member checking), triangulasi antara sumber data, dan mencari bukti yang dapat membantu menentukan keakuratan dan kredibilitas laporan naratif.
 
2.5 Evaluasi riset Naratif
Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, penelitian naratif harus mengikuti kriteria penelitian kualitatif. Di samping itu, terdapat beberapa aspek tertentu yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian naratif dalam membaca dan mengevaluasi studi naratif. Beberapa Kriteria pertanyaan penelitian naratif yang dapat menentukan apakah riset naratif yang dilaporkan peneliti memiliki kualitas yang baik atau belum menurut Creswell, 2012:516 adalah :
1.         Apakah peneliti fokus terhadap pengalaman individu ?
2.         Adakah fokus pada satu atau beberapa individu ?
3.         Apakah peneliti mengumpulkan cerita dari individu ?
4.         Apakah peneliti menceritakan kembali cerita partisipan ?
5.         Dalam menceritakan kembali, apakah cerita partisipan sebaik cerita yang didengarkan oleh peneliti ?
6.         Apakah peneliti mengidentifikasi tema yang mewakili cerita tersebut ?
7.         Apakah cerita memasukkan informasi tentang waktu atau tempat dari individu ?
8.         Apakah cerita tersebut memiliki urutan yang kronologis meliputi masa lampau, masa sekarang dan masa depan ?
9.         Adakah bukti bahwa peneliti berkolaborasi dengan partisipan ?
10.     Apakah cerita tersebut cukup mengarah pada pertanyaan dan tujuan dari peneliti ?

Kriteria kualitas beserta indikator kualitas riset naratif ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini yang didasarkan pada saran-saran Clandinin dan Connelly (2000) dan Riessman (2008).
Kriteria Kualitas
Indikator Kualitas yang Lebih Tinggi
Indikator Kualitas yang Lebih Rendah
Penelitian naratif memfokuskan pada satu atau dua individu.
Peneliti memfokuskan pada seorang individu (atau dua orang individu) dan memberikan alasan mengapa individu ini dipilih untuk potret naratif.
Peneliti meneliti lebih dari dua orang individu, sehingga kisah yang diceritakan lebih merupakan cerita kolektif daripada cerita terperinci tentang pengalaman hidup seseorang.
Peneliti melaporkan pengalaman hidup individu dengan detail.
Peneliti memberi pembaca pemahaman tentang kehidupan seseorang melalui detail-detail yang jelas dari pengalaman mereka.
Peneliti tidak terlalu terperinci menceritakan tentang pengalaman hidup seorang individu sehingga pembaca tidak mendapatkan pemahaman yang benar dan utuh tentang pengalaman hidup individu.
Peneliti mengambil cerita mereka dan menceritakannya kembali, mungkin untuk mengembangkan kronologi kejadian.
Peneliti menyatukan banyak cerita dari jalan cerita individu, yang sering kali diceritakan dalam suatu kronologi. Peneliti memahamkan peristiwa kunci dalam cerita ini.
Peneliti menyajikan peristiwa acak yang tidak menyatu dalam suatu jalan cerita tentang kehidupan individu.
Laporan akhir mendeskripsikan konteks cerita, ranahnya, dan beberapa orang yang terlibat.
Peneliti mendeskripsikan konteks yang lebih luas dari kehidupan individu, misalnya keluarga, teman, pekerjaan, kegiatan, minat, hobi dan lain-lain. Informasi ini dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dokumen yang ada di luar individu.
Peneliti hanya melaporkan cerita tentang individu tanpa menempatkan kehidupannya dalam konteks pekerjaan, keluarga dan sebagainya. Dalam tipe naratif ini, kita tidak memahami ranah yang lebih luas dimana pengalaman individu itu ada.
Peneliti melaporkan tema yang muncul di cerita.
Peneliti, setelah mendeskripsikan individu dan konteksnya, mengemukakan beberapa tema penting yang muncul dari ceritanya. Tema-tema ini dapat diorganisasikan secara kronologis atau disajikan untuk mengilustrasikan berbagai peristiwa yang signifikan dalam kehidupan individu.
Peneliti membatasi narasi pada cerita individu dan tidak menganalisis data untuk menyimpulkan tema yang menyuguhkan peristiwa utama atau ide yang terkandung dalam cerita itu.
Peneliti naratif berkolaborasi erat dengan partisipan yang menyediakan cerita.
Peneliti mengundang partisipan untuk memeriksa data yang dikumpulkan dan melibatkan partisipan dalam membentuk cerita final yang diceritakan dalam narasi.
Peneliti menceritakan cerita objektif tanpa memeriksa-balik dengan partisipan tentang keakuratan ceritanya dan bagaimana cerita itu sebaliknya diceritakan.


2.6 Penerapan Penelitian Naratif dalam Artikel ilmiah

Judul 1
Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative Inquirer: Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live By
Peneliti
Elaine Chan (University of Nebraska–Lincoln)
Jurnal
The Journal of Educational Research, 103:113–122
Dipublikasikan : 7 Agustus 2010
Uraian Karakteristik
Paragraf
Paragraf dalam artikel
Judul
-
Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative Inquirer: Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live
Fokus pada pengalaman satu individu
(2)
In the present study, I examined the experiences of one Chinese immigrant student, Ai Mei Zhang. I explore her participation in her Canadian middle school curriculum as the interaction of student, teacher, and parent narratives, a story of interwoven lives.
Cerita yang dikumpulkan dari satu individu
(2)




(3)
I also examined ways in which she experiences well-intended school practices and curriculum activities designed to support her academic performance in ways nor anticipated by polycymakers and educator.

I examined experientially the intersection of school and home influences from the perspective of one middle school student as a long-term, school-based narrative inquirer.
Kronologi pengalaman-pengalaman individu
(14)
I observed and interacted with her in the context of regular classroom lessons as I assisted her and her classmates with assignments, accompanied them on field trips, attended their band concerts and performances, and took part in school activities such as Multicultural Night, Curriculum and Hot
Dog Night, school assemblies, and festivals. School visits began during the fall of 2001 as Ai Mei and her classmates began seventh grade and continued until June 2003 when they graduated from eighth grade at Bay Street School.
Deskripsi konteks atau ranah
(17)
Bay Street School Context
Ai Mei’s stories were set in the context of Bay Street School, a school known to consist of a diverse student community from the time of its establishment (Cochrane, 1950; Connelly, He, Phillion, Chan, & Xu, 2004), located in an
urban Toronto neighborhood where the ethnic composition of residents is known to reflect Canadian immigration and settlement patterns (Connelly, Phillion, & He, 2003).
Berkolaborasi antara peneliti dan partisipan
(14)
As a narrative inquirer, I learned about Ai Mei’s stories of experience using a variety of narrative approaches, including long-term, school-based participant observations, document collection set into the context of ongoing conversational interviews with key participants, and the writing of extensive fi eld notes following each school visit, interview, and interaction with participants to explore the interwoven quality of Ai Mei, her teacher, her classmates, and her family members’ lives.
Analisis dan Penentuan kode tema
(17)
More specifically, 39 countries and 31 languages were represented in the school. This was the context in which Ai Mei’s stories played out.
Menceritakan kembali kisah atau kejadian individu oleh peneliti
(18)
Home Language Conflicting with School Language I subsequently present the story, “I was trying to hide my identity,” as a starting point for examining Ai Mei’s experiences of her academic program at Bay Street School.
“I was trying to hide my identity”
Ai Mei: When I first came to Bay Street School, I stayed
with the IL (International Language)1 teacher, Mrs.
Lim . . . I stayed with her for the whole week, and
she taught me things in English.
Elaine: What did she teach you?
Ai Mei: You know, easy things, like the alphabet, and how to say “Hello.” Then I went to Ms. Jenkins’ class. I sat with a strange boy.
Elaine: A strange boy?

Judul 2
Claiming Space: An Autoethnographic Study of Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation
Peneliti
Kari A.B Chew, Nitana Hicks Greendeer dan Caitlin Keliiaa
Jurnal
International Journal of Multicultural Education Vol.17 No.2 Hal. 73-91
Uraian Karakteristik
Paragraf
Paragraf dalam artikel
Judul
-
Claiming Space: An Autoethnographic Study of Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation

Fokus pada pengalaman tiga individu
(1)
This autoethnographic study centers on the critical role Indigenous graduate students play in language reclamation work. Each author is an Indigenous heritage language learner and current or recently-graduated doctoral student. Kari is Chickasaw and studies language reclamation and education at the University of Arizona. Nitana is Mashpee Wampanoag and specialized in culturally-based education at Boston College. Katie is Yerington Paiute and Washoe and studies Indigenous history at the University of California, Berkeley. We began by introducing ourselves in our languages as a means to honor, value, and respect each author’s distinct voice and identity.
Cerita yang dikumpulkan dari tiga individu
(2)







(3)





(4)
As Indigenous students, our efforts to ensure the continuity of our heritage languages are frequently overlooked within academic literature. Research often focuses on young first-language learners and elder fluent speakers, effectively ignoring “the roles of intermediate life stages” in the dynamics of language reclamation .

From surveys to census data, language shift is commonly illustrated through the ranking of individuals by age, which doubles as “a ranking by fluency, highlighting the decreasing fluency of younger generations

With much research focused on factors contributing to Indigenous student attrition, “predictions of failure” also loom over our pursuit of higher education (Gilmore & Smith, 2005, p.74; Shotton, Lowe, & Waterman, 2013). For decades, the number of Indigenous doctorate recipients has hovered around 145 per year, representing only a fraction of a percent of the total degrees earned each year (Brayboy, Fann, Castagno, & Solyom, 2012; Shotton, Lowe, & Waterman, 2013). Indigenous graduate students face isolation, discrimination, and academic and cultural alienation, perpetuating a cycle of low graduation rates and continued underrepresentation (Brayboy et al., 2012).
Kronologi pengalaman-pengalaman individu
(17)
















(22)











(28)

Kari : I first heard my heritage language spoken during a college internship with the Chickasaw Nation. On weekday mornings, I attended the language program’s classes for staff. As I learned from our elder fluent speakers, the language captivated my soul. One of the first phrases I learned to say was, “Chikashsha saya [I am Chickasaw].” While I had spoken these words many times in English, my life was forever changed when I said them in the language of my ancestors. In that moment, I more fully recognized the importance of Chikashshanompa' to the continuance of Chickasaw culture and identity. I became inspired to continue learning my language, and to pursue language reclamation as an academic field and potential career path.

Nitana : I grew up in Mashpee, Massachusetts, in the home of my father’s tribe, Mashpee Wampanoag. My mother’s family is French-Canadian and, although I grew up speaking English in our house, I knew some French from her, as it was her first language. I did not know any Wôpanâôt8âôk (Wampanoag language) until I was an adult. My father did not learn it as a child, and neither did his parents. Our language was unspoken for generations, captured only in written form in hundreds of Indigenous and non-Indigenous-written documents.

Katie : As an undergraduate at UC Berkeley, I enrolled in Portuguese language classes to learn my maternal heritage language. In my junior year, I traveled to Portugal and met distant relatives. As we said our goodbyes, my grandmother’s cousin placed her palm next to mine. She pointed to my veins and said, “O mesmo sangue, o mesmo sangue [The same blood that runs through your veins runs through mine].” At that moment, I came to understand the strength of language—that even thousands of miles away I was connected to a home. Perhaps this phenomenon is more significant for endangered heritage languages.
Deskripsi konteks atau ranah
(15)
Our own research journey began in fall 2012, when Kari initiated a pilot study of Indigenous graduate students’ experiences studying their languages at universities. While this preliminary investigation produced rich data warranting further exploration, traditional ethnographic research methods, like interviews and surveys, were limiting. Participants did not have space to express their identities through their distinct languages and voices, nor could they contribute to the process of meaning-making. Seeking to continue the research using a more appropriate methodology, Kari invited Katie, a former classmate and participant in the pilot study, to begin a collaborative autoethnographic study. Nitana joined the following spring after meeting Kari at CUNY Graduate Center’s Decolonizing Dialogues conference. As it turned out, Katie and Nitana already knew each other from previous work at the American Indian Child Resource Center in Oakland, California
Berkolaborasi antara peneliti dan partisipan
(5)
As students and language learners, we resist expectations of failure in our efforts to ensure the continuity of our Indigenous heritage languages. We then present personal vignettes and a discussion of the importance of access to Indigenous languages and the necessity of space at universities to engage in language reclamation. Ultimately, we share a view of higher education as a tool—though one that must be improved—that supports our contributions to language reclamation efforts in our communities.
Analisis dan Penentuan kode tema
(2)
Research often focuses on young first-language learners and elder fluent speakers, effectively ignoring “the roles of intermediate life stages” in the dynamics of language reclamation
Menceritakan kembali kisah atau kejadian individu oleh peneliti
(36)
In our research process, we explored the significance of access to language along our language learning, educational, and professional trajectories. Responding to Katie’s perception that learning Wa:šiw might require relocating to Nevada,
Kari wrote:
When we go to school away from our communities, we are faced with a choice between learning in the community and learning at the university. It would be great if we could explore more in depth how we are navigating such decisions.
As we further considered the ways in which we endeavored to access language while in school, we saw themes of agency and persistence. From Kari’s selection of a master’s program offering Chickasaw linguistics courses to Nitana’s diligence in studying from off-campus to Katie’s thesis fieldwork on Wa:šiw, we actively and continually sought out our languages.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Riset naratif merupakan tipe desain kualitatif yang spesifik berupa narasi sebagai teks yang dituliskan dengan menceritakan urutan peristiwa secara terpernci
2.      Jenis riset naratif meliputi autobiografi, biografi, riwayat hidup, personal account dan auto-etnografi.
3.      Karakteristik riset naratif terdiri atas pengalaman individu, kronologi pengalaman, mengumpulkan cerita individu, menceritakan kembali, mengode untuk tema, konteks atau setting serta kolaborasi dengan partisipan.
4.      Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif adalah identifikasi fenomena suatu masalah, memilih partisipan, menyampaikan cerita yang diperoleh dari partisipan, restory atau menceritakan kembali, berinteraksi dengan partisipan dan menulis pengalaman partisipan dalam laporan naratif, serta menvalidasi keakuratan laporan.
5.      Aspek yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian naratif intinya berpusat pada partisipan dan cerita yang akan di-laporkan adalah sesuai dengan penyampaian dari partisipan.
















DAFTAR PUSTAKA

Assjari dan Permanarian. 2010. Desain Penelitian Naratif. JASSI, 9 : 172 – 183

Chan, Elaine. 2010. Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative Inquirer: Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live By. The Journal of Education Research, 103:113-122.

Connelly, F. M., Clandinin, D. J. Story of Experience and Narrative Inquiry. Education Research. 1s(5):2-14

Connelly, F. M., Clandinin, D. J. 2000. Narrative Inquiry: Experience and Story in Qualitative Research: Jossey-Bass

Creswell, J. W. 2012. Education Research Planning Conducting and Evaluating Qualitative and Quantitative Research. New Jersey: Pearson Education, Inc 

Kari, et al. 2015. Claiming Space: An Autoethnographic Study of Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation. 17(2), 73-91

Riessman, C.K. 2008. Narrative Methods for the Human Sciences. Los Angeles : Sage.

Sandelowski, Margarete. 1991. Telling Stories: Narrative Approaches in Qualitative Research. IMAGE : Journal of Nursing Scholarship, 23 (3), 161-166.

Komentar

most popular post

RPP Kimia Kurikulum 2013

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) “SIFAT KOLIGATIF LARUTAN” Sekolah                       :  MAN Tembilahan Mata pelajaran             : Kimia Kelas/ semester           :  XII/I Materi Pokok              :  Sifat Koligatif Larutan Sub Materi                  :  Kenaikan Titik Didih

Praktikum Fisika Dasar II

Percobaan Fisika Dasar II Prinsip Transformator Sedikit sharing nih, mengenai percobaan Fisika Dasar yang pernah saya lakukan, yaitu prinsip transformator.