BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
individu memiliki cerita yang berbeda-beda sesuai dengan perjalanan hidupnya.
Perjalanan hidup ini yang seringkali disebut sebagai pengalaman. Pengalaman
dalam kehidupan individu bersifat rahasia, terbuka atau dapat dibagi ke
individu yang lain. Umumnya pengalaman yang dishare atau diceritakan ke orang lain merupakan pengalaman berkesan
individu yang dapat diambil hikmah positif dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam
perkembangannya pengalaman individu tersebut dapat dijadikan data penelitian
yang dirangkum dalam narasi. Penelitian yang berperan dalam menceritakan
kembali pengalaman individu disebut penelitian naratif. Dalam penelitian
naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan para individu, mengumpulkan dan
menceritakan kembali kisah-kisah tentang kehidupan orang lain dan menarasikan
pengalaman-pengalaman individu.
Penelitian
naratif berfungsi untuk memberikan keteraturan pada kronologis cerita. Metode
penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting). Pengolahan data penelitian ini sifatnya
deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan (field text),
gambar, foto, rekaman, video dan lain-lain. Peneliti kualitatif mencari
informasi berupa cerita dari pengalaman kehidupan seseorang seperti cerita
tentang kelas, sekolah, masalah pendidikan, atau latar belakang pekerjaan
seseorang. Sehingga data yang diperoleh dapat dilaporkan menggunakan desain
penelitian naratif yang selanjutnya disebut sebagai riset naratif.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang maka
tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Definisi riset
naratif dan kapan riset naratif
digunakan,
2. Jenis-jenis riset naratif,
3. Karakteristik
riset naratif,
4.
Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif,
dan
5.
Kriteria untuk mengevaluasi riset naratif.
6.
Penerapan riset naratif dalam artikel ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Riset Naratif
Riset
naratif merupakan laporan bersifat narasi yang menceritakan urutan peristiwa
secara terperinci. Dalam desain riset naratif, peneliti menggambarkan kehidupan
seseorang dengan mengumpulkan cerita tentang kehidupan sesorang dan
mendeskripsikannya dalam bentuk narasi (Connelly & Clandinin, 1990). Riset
naratif biasanya berfokus pada studi seseorang atau individu tunggal dan
bagaimana individu tersebut memberikan makna terhadap pengalamannya melalui
cerita-cerita yang disampaikan. Jadi,
pengumpulan data oleh peneliti dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan cerita
dari pengalaman individu kemudian membahas makna pengalaman itu bagi individu.
Riset naratif biasanya digunakan ketika peneliti
berkehendak atau berkeinginan untuk menceritakan cerita atau pengalaman
seseorang dan ingin melaporkan cerita mereka. McCarthey(1994) menyatakan bahwa
Riset naratif dapat ditulis dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk sastra
persuasif yang memiliki relevansi kuat dengan literatur yang tersedia. Dengan
melakukan riset naratif, peneliti harus membuat hubungan yang
baik dengan partisipan agar peneliti maupun partisipan merasa nyaman dengan
proses penelitian yang dilakukan.
Desain riset naratif baru ditinjau secara luas dalam
bidang pendidikan pada tahun 1990. Tokoh pendidikan Clandinin & Connelly
(1990) untuk pertama kalinya yang memberikan tinjauan penelitian naratif dalam
bidang pendidikan yaitu aplikasi penelitian naratif dalam ilmu sosial,
menguraikan proses pengum-pulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan
struktur atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif.
Tren atau kecenderungan mempengaruhi perkembangan riset naratif dalam bidang
pendidikan meliputi: (1) Adanya peningkatan perhatian pada refleksi guru, (2)
Perhatian lebih ditekankan pada pengetahuan guru (apa yang mereka tahu,
bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka menjadi profesional, dan bagaimana
mereka membuat tindakan dalam kelas), (3) Peneliti mencoba mengangkat cerita
guru dan dilaporkan sebagai pengalaman mereka.
Riset
naratif memiliki banyak bentuk, menggunakan beragam praktik analitis, dan
berakar pada beragam ilmu sosial dan humaniora. “Naratif” disini mungkin adalah
fenomena yang sedang dipelajari, misalnya narasi tentang penyakit, atau mungkin
merupakan metode yang digunakan dalam studi, misalnya prosedur dalam
menganalisis suatu cerita (Clandinin & Connelly, 2000). Sebagai metode, Riset naratif ini dimulai dari pengalaman
dan diekspresikan dalam cerita yang disampaikan oleh individu. Para peneliti
mencari cara untuk menganalisis dan memahami cerita tersebut. Maka, riset
naratif dapat juga didefinisikan sebagai tipe desain kualitatif yang spesifik
dimana narasinya dipahami sebagai teks yang dituturkan atau dituliskan dengan
menceritakan rangkaian suatu peristiwa yang terhubung secara kronologis.
Prosedur dalam pelaksanaan riset ini dimulai dengan memfokuskan pada pengkajian
terhadap satu atau dua individu, mengumpulkan data melalui cerita individu,
melaporkan pengalaman individu, dan menyusun kronologis dan makna dari
pengalaman tersebut (atau menggunakan tahapan pengalaman hidup (life course
stages).
2.2
Jenis-jenis Riset Naratif
Riset naratif merupakan kategori dari penelitian praktis
ketika peneliti membuat laporan naratif
dari suatu cerita individu. Peneliti kualitatif yang merencanakan
studi naratif perlu pengenalan terhadap
masing-masing jenis riset naratif. Sebab, jenis-jenis naratif memiliki stuktur
dan bahan rujukan yang berbeda-beda. Dalam studi naratif mempertimbangkan jenis
naratif apa yang digunakan dalam penelitian, tetapi hal yang lebih penting
adalah mengetahui karakteristik essensial dari tiap-tiap jenis naratif yang
digunakan dalam riset tersebut. Lima pertanyaan berikut ini yang akan membantu
dalam menentukan jenis studi naratif, meliputi (Creswell 2012: 503):
1.
Siapa
yang menulis atau mencatat cerita?
Menentukan siapa penulis atau pencatat cerita merupakan
hal mendasar dalam riset naratif yang berbeda dari lainnya.
2.
Berapa
banyak cerita dari suatu kehidupan yang dicatat dan disajikan?
Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus tidak
meliputi laporan dari suatu keseluruhan kehidupan, tetapi malah berfokus pada
satu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan individu.
3.
Siapa yang memberikan cerita?
Pertanyaan
ketiga ini bertujuan untuk mempelajari lebih dekat siapa yang membagikan
cerita. Faktor khusus ini relevan dalam pendidikan, dimana tipe pendidik
menjadi pusat perhatian dalam beberapa studi naratif. Misalnya, cerita guru
yang merupakan catatan pribadi mengenai pengalamannya di kelas mereka sendiri.
Sebagai peneliti berperan melaporkan cerita guru yang berhasil direkamnya
terkait dengan kehidupan guru sebagai professional ataupun si pembelajar di
dalam kelas.
4.
Apakah suatu pandangan teoritis
digunakan?
Suatu
pandangan teoritis dalam penelitian naratif adalah pedoman perspektif atau
ideologi yang memberikan kerangka untuk menyokong dan menulis laporan.
5.
Dapatkah bentuk naratif dikombinasikan?
Suatu
studi naratif kebanyakan adalah biografi karena peneliti hanya menulis dan
melaporkan tentang cerita partisipan dalam penelitiannya. Penelitian dapat
terfokus pada studi pribadi dari individu. Hal ini dapat menunjukkan suatu
peristiwa dalam kehidupan guru, misalnya pemecatan guru dari sekolah. Jika
partisipannya adalah seorang wanita, maka peneliti akan menggunakan teoritis “feminist” untuk menguji kekuatan dan
mengontrol masalahnya. Peneliti akhirnya dapat menghasilkan suatu riset naratif
dari kombinasi unsur-unsur yang berbeda yaitu gabungan dari biografi, personal account, cerita guru dan
perspektif “feminist”.
Jenis riset naratif berdasarkan
analisisnya antara lain adalah auto-biografi, biografi, dokumen pribadi,
riwayat hidup, personal accounts,
etnobiografi, dan autoetnografi. Penjelasan dari masing-masing jenis riset
naratif tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Autobiografi
merupakan bentuk studi naratif dimana individu yang menjadi subjek studi yang
menulis laporannya.
2.
Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan
mencatat pengalaman orang lain. Pembaca dapat menganalisa biografi tersebut
sehingga dapat menentukan siapa yang
menulis dan mencatat cerita.
3.
Riwayat
hidup adalah suatu
naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang meliputi peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang. Dari hasil riset naratif riwayat hidup ini, pembaca dapat menganalisa
serta melihat seberapa banyak
suatu kehidupan yang dapat dicatat dan disajikan oleh penulis.
4.
Personal
account adalah suatu
naratif mengenai seseorang. Sebagai contoh, naratif guru tentang pengalamannya
di dalam kelas. Studi naratif yang lain berfokus pada siswa di dalam kelas.
Individu lain yang dapat memberikan cerita misalnya tenaga admnistrasi
pendidikan, pramusaji, tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain. Dengan
ini pembaca dapat melihat siapa yang
memberikan cerita.
2.3 Karakteristik Riset Naratif
Seperti kebanyakan penelitian kualitatif, tinjauan
kepustakaan memberikan peran kecil, khususnya dalam mengarahkan pertanyaan
penelitian, dan peneliti menekankan pentingnya belajar dari partisipan dalam
suatu ranah. Pembelajaran ini terjadi melalui cerita yang dikisahkan oleh
seseorang, seperti guru dan siswa. Cerita merupakan datanya dan biasanya peneliti
mengumpul-kannya melalui wawancara atau percakapan informal. Cerita ini disebut
field texts (teks lapangan)
(Clandinin & Connelly, 2000) yang merupakan data kasar bagi peneliti untuk
dianalisis ketika peneliti menceritakan kembali kisah tersebut berdasarkan
elemen naratif, seperti pemasalahan, tokoh, ranah, tindakan, dan resolusi.
Proses Penelitian
|
Karakteristik Penelitian
|
Karakteristik Penelitian
Naratif
|
Mengidentifikasi masalah penelitian
|
· Permasalahan kualitatif membutuhkan eksplorasi dan pemahaman.
|
· Mencoba
memahami dan merepresentasikan pengalaman melalui cerita-cerita yang dialami
dan dikisahkan individu-individu
|
Tinjauan kepustakaan
|
· Kepustakaan kualitatif memainkan peran kecil.
· Kepustakaan kualitatif menjustifikasi permasalahn penelitian.
|
· Mencoba meminimalkan penggunaan kepustakaan dan memfokuskan pada
pengalaman individu-individu
|
Mengembangkan pernyataan tentang maksud penelitian
dan pertanyaan penelitian.
|
· Pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan penelitian
kualitatif luas dan umum.
·
Pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan
penelitian kualitatif mencari pengalaman partisipan.
|
· Mencoba
mengeksplorasi makna pengalaman individu seperti yang dikisahkan melalui
suatu cerita atau berbagai cerita.
|
Mengumpulkan data kualitatif
|
· Mengumpulkan data kualitatif didasarkan pada penggunaan protocol yang
dikembangkan selama penelitian.
· Mengumpulkan data kualitatif melibatkan mengumpulkan data teks atau
gambar.
· Mengumpulkan data kualitatif melibatkan mempelajari sejumlah kecil
individu atau tempat.
|
· Mencoba mengumpulkan field texts
(teks lapangan) yang mendokumentasikan cerita individu dengan kata-katanya
sendiri.
|
Menganalisis dan menginterpretasi data kualitatif.
|
· Analisis data kualitatif berupa analisis teks.
|
· Mencoba manganalisis cerita dengan menceritakan kembali kisah
individu.
· Mencoba
manganalisis cerita dengan mengidentifikasi tempat atau kategori informasi.
· Mencoba
menempatkan cerita dalam tempat atau ranah.
· Mencoba
manganalisis cerita untuk informasi kronologis tentang masa lalu, masa kini,
dan masa depan individu.
|
Menulis dan mengevaluasi penelitian.
|
· Penelitian kualitatif melaporkan penggunaan struktur yang fleksibel
dan yang muncul serta criteria evaluasi.
· Peneliti
kualitatif mengambil pendekatan refleksif dan terbias.
|
· Mencoba berkolaborasi dengan partisipan ketika menulis penelitian.
· Mencoba menulis ceritanya dengan cara bercerita (Strorytelling) yang fleksibel.
· Mencoba mengevaluasi penelitian berdasarkan kedalaman, keakuratan,
persuasivitas, dan realisme ceritanya.
|
Tujuh karakteristik utama riset
naratif yaitu :
1.
Pengalaman Individu
Pengalaman
dalam riset naratif bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu dan
sosial (individu saat berinteraksi dengan orang lain). Hal ini disebabkan
adanya anggapan bahwa pengalaman individu merupakan lensa sentral untuk
memahami seseorang. Clandinin & Connelly (2000) melihat pengalaman sebagai
sesuatu yang berkelanjutan, dimana satu pengalaman akan memunculkan pengalaman
yang lain. Jadi, peneliti naratif terfokus pada bagaimana memahami riwayat atau
pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman itu memberikan
kontribusi pada pengalaman saat ini serta yang akan datang.
2.
Kronologi Pengalaman
Memahami
masa lalu maupun masa kini dan masa depan individu merupakan salah satu kunci
lain dalam riset naratif. Riset naratif menganalisis dan melaporkan suatu
kronologi pengalaman seorang individu. Ketika peneliti fokus pada pemahaman
suatu pengalaman, maka pengalaman itu akan mem-berikan informasi tentang masa
lalu, masa kini, dan masa depan partisipan. Kronologi dalam rancangan naratif
berarti bahwa peneliti menganalisis dan menulis tentang kehidupan seseorang
individu dengan menggunakan sekuensi waktu atau kronologi kejadian. Contohnya,
dalam suatu penelitian tentang penggunaan teknologi komputer oleh seorang guru
di ruang kelas SMA, peneliti akan
memasukkan informasi tentang pengenalan komputer yang dilakukan oleh guru,
penggunaan komputer saat ini, dan tujuan serta harapan adanya penggunaan di
masa mendatang. Cerita kemudian akan
dilaporkan oleh peneliti dalam bentuk deskripsi tentang sekuensi guru tersebut.
3.
Pengumpulan cerita individu
Untuk mengembangkan prespektif
kronologis pengalaman seseorang, peneliti naratif meminta kepada partisipan
untuk menceritakan sebuah kisah (atau beberapa kisah) tentang pengalamannya.
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari beberapa sumber data. Field texts
(teks lapangan) mempresentasikan informasi dari sumber-sumber yang berbeda yang
dikumpulkan oleh peneliti dalam satu rancangan naratif. Pengumpulan data dari peneliti
naratif berupa diskusi, percakapan, atau wawancara antara seorang peneliti dan
seorang individu. Jurnal atau catatan harian juga merupakan bentuk lain untuk
mengumpulkan cerita, seperti halnya catatan lapangan (field notes) yang ditulis oleh peneliti atau partisipan.
4.
Menceritakan kembali
Setelah individu bercerita tentang
pengalamannya, peneliti menyampaikan/ menceritakan/ memetakan kembali cerita
tersebut dengan kalimatnya sendiri. Saat menceritakan kembali merupakan proses
dimana peneliti mengumpulkan cerita, lalu menganalisis untuk menemukan inti
dari cerita (misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu
menuliskan kembali cerita tersebut untuk mendapatkannya dalam urutan
kronologis. Terdapat tiga tahapan dalam proses menceritakan kembali menurut
Assjari dan Permanarian (2010) yaitu :
a. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti
ditranskripsi dari rekaman audio yang ditunjukkan dalam kolom pertama sebagai
data mentah.
b. Peneliti mentranskripsi ulang data mentah tersebut
dengan cara mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari cerita. Pengulangan
transkripsi ditunjukkan pada kolom kedua. Elemen-elemnen yang menjadi kunci
cerita diletakkan dibagian bawah tabel agar memudahkan peneliti mengindikasikan
kode terkait setting, karakter, tindakan, masalah ataupun penyelesaian konflik.
c. Pengorganisasian kode kunci kedalam sebuah urutan
yang disajikan dtulisan. Pengerjaan transkipsi tersebut untuk mengidentifikasi
elemen-elemen dalam cerita dan menceritakan kembali secara logis sesuai dengan
urutannya.
5.
Proses pengkodean tema
Seperti halnya penelitian kualitatif
yang lain, data yang diperoleh dapat disegmentasi menjadi tema. Seperti semua
peneliti kualitatif, peneliti meng-identifikasi sejumlah kecil tema ini ke
dalam uraian tentang cerita individu atau memasukkannya sebagai bagian terpisah
dalam penelitian. Peneliti naratif biasanya menyuguhkan tema setelah menceritakan kembali
kisahnya.
6.
Konteks atau setting
Peneliti naratif menggambarkan secara
rinci konteks atau setting dimana partisipan mengalami fenomena dalam
ceritanya. Setting dalam riset naratif bisa berupa teman, keluarga,
tempat kerja, rumah, organisasi sosial, atau sekolah. Dalam beberapa studi
naratif, catatan tentang .
7.
Berinteraksi dengan partisipan
Di sepanjang proses penelitian, peneliti
naratif berinteraksi dengan partisipan yang diteliti. Interaksi dalam riset
naratif berarti bahwa peneliti secara aktif melibatkan partisipan dalam proses
penelitian. Interaksi ini melibatkan banyak langkah dalam proses penelitian,
mulai dari memformasikan suatu fenomena, memilih tipe field texts mana yang akan dipakai untuk mencatat informasi, sampai
menuliskan kembali cerita dari pengalaman partisipan. Interaksi ini melibatkan
penegosasian hubungan antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi adanya
kesenjangan antara cerita yang disampaikan dan cerita yang dilaporkan
(Clandinin & Connelly, 2000).
2.4 Langkah-langkah dalam Melakukan Penelitian
Naratif
Peneliti yang
melakukan studi naratif melewati proses yang sama tanpa memperhatikan jenis
atau bentuk penelitian naratif.
1.
Mengidentifikasi sebuah fenomena untuk
diteliti yang mengarah pada permasalahan di dunia pendidikan
Proses
penelitian diawali dengan memberikan pusat perhatian yang khusus pada masalah
penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi. Walaupun fenomena yang diangkat
dalam penelitian merupakan suatu cerita, peneliti tetap perlu mengidentifikasi
masalahnya. Artinya, peneliti berusaha memahami pengala-man pribadi seseorang
khususnya dalam lingkup pendidikan.
2.
Memilih responden yang dapat memberikan
informasi bagi peneliti berkenaan dengan fenomena yang akan diteliti
Peneliti
selanjutnya mencari seseorang/ partisipan yang bisa memberikan pemahaman
tentang fenomena tersebut. Partisipan tersebut mungkin adalah seseorang yang
kritis untuk belajar karena telah mengalami masalah-masalah atau situasi
tertentu. Meskipun kebanyakan studi naratif hanya meneliti satu individu saja,
sebenarnya riset ini juga dapat mempelajari beberapa individu dalam sebuah
proyek, sehingga nantinya akan banyak cerita yang mungkin bertentangan atau
saling mendukung satu sama lain
Gambar 1. Langkah-langkah dalam
Melakukan Penelitian Naratif (Creswell, 2012: 514)
3. Mengumpulkan cerita dari individu bersangkutan
Peneliti
mengumpulkan data (field texts) yang dapat memberikan cerita dari
pengalaman partisipan. Langkah terbaik yang kemungkinan dapat dilakukan untuk
mengumpulkan cerita adalah melalui percakapan atau wawancara langsung dengan
partisipan. Peneliti juga dapat mengumpulkan data (field texts) dari
sumber yang lain, seperti jurnal atau catatan harian yang dibuat sendiri oleh
partisipan, mengamati partisipan lalu membuat “field note”, mengumpulkan
surat-surat yang dikirim oleh partisipan, mengumpulkan cerita partisipan dari
anggota keluarganya, mengumpulkan dokumen resmi, foto, dan barang pribadi yang
lain milik partisipan, serta mencatat pengalaman hidup partisipan (Clandinin
& Connelly, 2000).
4.
Restory atau menceritakan kembali cerita responden
Proses ini
meliputi pemeriksaan data kasar/mentah, mengidentifikasi unsur-unsur cerita di
dalamnya, mengurutkan atau mengorganisir unsur-unsur cerita kemudian menyaji
ulang cerita yang menggambarkan pengalaman partisipan. Peneliti perlu melakukan
restory menjadi urutan yang logis agar pendengar dan pembaca lebih
memahami cerita yang disampaikan oleh partisipan.
5.
Berkolaborasi dengan partisipan
Peneliti
secara aktif berinteraksi langsung dengan partisipan sepanjang proses
penelitian seperti negoisasi agar peneliti bisa memasuki tempat penelitian dan
bekerja secara dekat dengan partisipan. Sehingga, peneliti bisa mendapatkan field
text tentang pengalaman partisipan, lalu menulis dan menceritakan
pengalaman tersebut dengan kata-kata peneliti sendiri.
6. Menuliskan pengalaman partisipan dalam bentuk laporan naratif
Langkah utama dalam proses penelitian yaitu peniliti harus mampu menuliskan
dan menyajikan cerita dari pengalaman partisipan. Upaya peneliti untuk
menyampaikan kembali makna dari cerita partisipan merupakan pusat perhatian
dalam laporan naratif. Selanjutnya peneliti harus menyertakan suatu analisis
untuk menyoroti tema khusus yang muncul sepanjang cerita.
7.
Validasi keakuratan laporan
Peneliti juga perlu memvalidasi keakuratan dari laporan naratifnya. Validasi
dapat dilakukan dengan cara memberikan laporan naratif kepada partisipan (member
checking), triangulasi antara sumber data, dan mencari bukti yang dapat
membantu menentukan keakuratan dan kredibilitas laporan naratif.
2.5 Evaluasi riset Naratif
Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif,
penelitian naratif harus mengikuti kriteria penelitian kualitatif. Di samping
itu, terdapat beberapa aspek tertentu yang dapat dipertimbangkan oleh para
pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian naratif dalam membaca dan
mengevaluasi studi naratif. Beberapa Kriteria pertanyaan
penelitian naratif yang dapat menentukan apakah riset naratif yang dilaporkan
peneliti memiliki kualitas yang baik atau belum menurut Creswell, 2012:516
adalah :
1.
Apakah
peneliti fokus terhadap pengalaman individu ?
2.
Adakah
fokus pada satu atau beberapa individu ?
3.
Apakah
peneliti mengumpulkan cerita dari individu ?
4.
Apakah
peneliti menceritakan kembali cerita partisipan ?
5.
Dalam
menceritakan kembali, apakah cerita partisipan sebaik cerita yang didengarkan
oleh peneliti ?
6.
Apakah
peneliti mengidentifikasi tema yang mewakili cerita tersebut ?
7.
Apakah
cerita memasukkan informasi tentang waktu atau tempat dari individu ?
8.
Apakah
cerita tersebut memiliki urutan yang kronologis meliputi masa lampau, masa
sekarang dan masa depan ?
9.
Adakah
bukti bahwa peneliti berkolaborasi dengan partisipan ?
10.
Apakah
cerita tersebut cukup mengarah pada pertanyaan dan tujuan dari peneliti ?
Kriteria
kualitas beserta indikator kualitas riset naratif ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini yang didasarkan pada
saran-saran Clandinin dan Connelly (2000) dan Riessman (2008).
Kriteria Kualitas
|
Indikator Kualitas yang Lebih Tinggi
|
Indikator Kualitas yang Lebih Rendah
|
Penelitian naratif memfokuskan pada satu atau dua
individu.
|
Peneliti memfokuskan pada seorang individu (atau dua
orang individu) dan memberikan alasan mengapa individu ini dipilih untuk
potret naratif.
|
Peneliti meneliti lebih dari dua orang individu,
sehingga kisah yang diceritakan lebih merupakan cerita kolektif daripada
cerita terperinci tentang pengalaman hidup seseorang.
|
Peneliti melaporkan pengalaman hidup individu dengan
detail.
|
Peneliti memberi pembaca pemahaman tentang kehidupan
seseorang melalui detail-detail yang jelas dari pengalaman mereka.
|
Peneliti tidak terlalu terperinci
menceritakan tentang
pengalaman hidup seorang individu sehingga pembaca tidak mendapatkan pemahaman
yang benar dan utuh tentang
pengalaman hidup individu.
|
Peneliti mengambil cerita mereka dan menceritakannya
kembali, mungkin untuk mengembangkan kronologi kejadian.
|
Peneliti menyatukan banyak cerita dari jalan cerita
individu, yang sering kali diceritakan dalam suatu kronologi. Peneliti
memahamkan peristiwa kunci dalam cerita ini.
|
Peneliti menyajikan peristiwa acak yang tidak menyatu
dalam suatu jalan cerita tentang kehidupan individu.
|
Laporan akhir mendeskripsikan konteks cerita, ranahnya,
dan beberapa orang yang terlibat.
|
Peneliti mendeskripsikan konteks yang lebih luas dari
kehidupan individu, misalnya keluarga, teman, pekerjaan, kegiatan, minat,
hobi dan lain-lain. Informasi ini dikumpulkan melalui wawancara, observasi,
dokumen yang ada di luar individu.
|
Peneliti hanya melaporkan cerita tentang individu tanpa
menempatkan kehidupannya dalam konteks pekerjaan, keluarga dan sebagainya.
Dalam tipe naratif ini, kita tidak memahami ranah yang lebih luas dimana
pengalaman individu itu ada.
|
Peneliti melaporkan tema yang muncul di cerita.
|
Peneliti, setelah mendeskripsikan individu dan
konteksnya, mengemukakan beberapa tema penting yang muncul dari ceritanya.
Tema-tema ini dapat diorganisasikan secara kronologis atau disajikan untuk
mengilustrasikan berbagai peristiwa yang signifikan dalam kehidupan individu.
|
Peneliti membatasi narasi pada cerita individu dan
tidak menganalisis data untuk menyimpulkan tema yang menyuguhkan peristiwa utama atau ide yang
terkandung dalam cerita itu.
|
Peneliti naratif berkolaborasi erat dengan partisipan
yang menyediakan cerita.
|
Peneliti mengundang partisipan untuk memeriksa data
yang dikumpulkan dan melibatkan partisipan dalam membentuk cerita final yang
diceritakan dalam narasi.
|
Peneliti menceritakan cerita objektif tanpa
memeriksa-balik dengan partisipan tentang keakuratan ceritanya dan bagaimana
cerita itu sebaliknya diceritakan.
|
2.6
Penerapan Penelitian Naratif dalam
Artikel ilmiah
Judul 1
Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative
Inquirer: Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as
Conflicting Stories to Live By
Peneliti
Elaine Chan
(University of Nebraska–Lincoln)
Jurnal
The Journal of Educational Research, 103:113–122
Dipublikasikan : 7 Agustus 2010
|
||
Uraian Karakteristik
|
Paragraf
|
Paragraf
dalam artikel
|
Judul
|
-
|
Living in the Space Between
Participant and Researcher as a Narrative Inquirer: Examining Ethnic Identity
of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live
|
Fokus pada pengalaman satu individu
|
(2)
|
In the present study, I
examined the experiences of one Chinese immigrant student, Ai Mei Zhang. I
explore her participation in her Canadian middle school curriculum as the
interaction of student, teacher, and parent narratives, a story of interwoven
lives.
|
Cerita yang dikumpulkan dari satu individu
|
(2)
(3)
|
I
also examined ways in which she experiences well-intended school practices
and curriculum activities designed to support her academic performance in
ways nor anticipated by polycymakers and educator.
I examined experientially the
intersection of school and home influences from the perspective of one middle
school student as a long-term, school-based narrative inquirer.
|
Kronologi
pengalaman-pengalaman individu
|
(14)
|
I observed and interacted
with her in the context of regular classroom lessons as I assisted her and
her classmates with assignments, accompanied them on field trips, attended
their band concerts and performances, and took part in school activities such
as Multicultural Night, Curriculum and Hot
Dog Night, school assemblies,
and festivals. School visits began during the fall of 2001 as Ai Mei and her
classmates began seventh grade and continued until June 2003 when they
graduated from eighth grade at Bay Street School.
|
Deskripsi konteks atau ranah
|
(17)
|
Bay Street School Context
Ai Mei’s stories were set in
the context of Bay Street School, a school known to consist of a diverse
student community from the time of its establishment (Cochrane, 1950;
Connelly, He, Phillion, Chan, & Xu, 2004), located in an
urban Toronto neighborhood
where the ethnic composition of residents is known to reflect Canadian
immigration and settlement patterns (Connelly, Phillion, & He, 2003).
|
Berkolaborasi antara peneliti dan partisipan
|
(14)
|
As a narrative inquirer, I learned about
Ai Mei’s stories of experience using a variety of narrative approaches, including
long-term, school-based participant observations, document collection set
into the context of ongoing conversational interviews with key participants,
and the writing of extensive fi eld notes following each school visit,
interview, and interaction with participants to explore the interwoven quality
of Ai Mei, her teacher, her classmates, and her family members’ lives.
|
Analisis dan Penentuan kode tema
|
(17)
|
More specifically, 39
countries and 31 languages were represented in the school. This was the
context in which Ai Mei’s stories played out.
|
Menceritakan kembali kisah
atau kejadian individu oleh peneliti
|
(18)
|
Home Language Conflicting
with School Language I subsequently present the story, “I was trying to hide my
identity,” as a starting point for examining Ai Mei’s experiences of
her academic program at Bay Street School.
“I was trying to hide my
identity”
Ai Mei: When I first came to
Bay Street School, I stayed
with the IL (International
Language)1 teacher, Mrs.
Lim . . . I stayed
with her for the whole week, and
she taught me things in
English.
Elaine: What did she teach
you?
Ai Mei: You know, easy
things, like the alphabet, and how to say “Hello.” Then I went to Ms.
Jenkins’ class. I sat with a strange boy.
Elaine: A strange boy?
|
Judul 2
Claiming Space: An Autoethnographic Study of
Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation
Peneliti
Kari A.B
Chew, Nitana Hicks Greendeer dan Caitlin Keliiaa
Jurnal
International Journal of Multicultural Education
Vol.17 No.2 Hal. 73-91
|
||
Uraian Karakteristik
|
Paragraf
|
Paragraf
dalam artikel
|
Judul
|
-
|
Claiming Space: An Autoethnographic Study of
Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation
|
Fokus pada pengalaman tiga individu
|
(1)
|
This autoethnographic
study centers on the critical role Indigenous graduate students play in
language reclamation work. Each author is an Indigenous heritage language
learner and current or recently-graduated doctoral student. Kari is Chickasaw
and studies language reclamation and education at the University of Arizona.
Nitana is Mashpee Wampanoag and specialized in culturally-based education at
Boston College. Katie is Yerington Paiute and Washoe and studies Indigenous
history at the University of California, Berkeley. We began by introducing
ourselves in our languages as a means to honor, value, and respect each
author’s distinct voice and identity.
|
Cerita yang dikumpulkan dari tiga
individu
|
(2)
(3)
(4)
|
As Indigenous students,
our efforts to ensure the continuity of our heritage languages are frequently
overlooked within academic literature. Research often focuses on young
first-language learners and elder fluent speakers, effectively ignoring “the
roles of intermediate life stages” in the dynamics of language reclamation .
From surveys to census
data, language shift is commonly illustrated through the ranking of
individuals by age, which doubles as “a ranking by fluency, highlighting the
decreasing fluency of younger generations
With much research focused
on factors contributing to Indigenous student attrition, “predictions of
failure” also loom over our pursuit of higher education (Gilmore & Smith,
2005, p.74; Shotton, Lowe, & Waterman, 2013). For decades, the number of
Indigenous doctorate recipients has hovered around 145 per year, representing
only a fraction of a percent of the total degrees earned each year (Brayboy,
Fann, Castagno, & Solyom, 2012; Shotton, Lowe, & Waterman, 2013). Indigenous
graduate students face isolation, discrimination, and academic and cultural
alienation, perpetuating a cycle of low graduation rates and continued
underrepresentation (Brayboy et al., 2012).
|
Kronologi
pengalaman-pengalaman individu
|
(17)
(22)
(28)
|
Kari : I first heard my
heritage language spoken during a college internship with the Chickasaw
Nation. On weekday mornings, I attended the language program’s classes for
staff. As I learned from our elder fluent speakers, the language captivated
my soul. One of the first phrases I learned to say was, “Chikashsha saya [I
am Chickasaw].” While I had spoken these words many times in English, my life
was forever changed when I said them in the language of my ancestors. In that
moment, I more fully recognized the importance of Chikashshanompa' to
the continuance of Chickasaw culture and identity. I became inspired to
continue learning my language, and to pursue language reclamation as an
academic field and potential career path.
Nitana : I grew up in
Mashpee, Massachusetts, in the home of my father’s tribe, Mashpee Wampanoag.
My mother’s family is French-Canadian and, although I grew up speaking
English in our house, I knew some French from her, as it was her first
language. I did not know any Wôpanâôt8âôk (Wampanoag language) until I
was an adult. My father did not learn it as a child, and neither did his
parents. Our language was unspoken for generations, captured only in written
form in hundreds of Indigenous and non-Indigenous-written documents.
Katie : As an
undergraduate at UC Berkeley, I enrolled in Portuguese language classes to
learn my maternal heritage language. In my junior year, I traveled to
Portugal and met distant relatives. As we said our goodbyes, my grandmother’s
cousin placed her palm next to mine. She pointed to my veins and said, “O
mesmo sangue, o mesmo sangue [The same blood that runs through your veins
runs through mine].” At that moment, I came to understand the strength of
language—that even thousands of miles away I was connected to a home. Perhaps
this phenomenon is more significant for endangered heritage languages.
|
Deskripsi konteks atau ranah
|
(15)
|
Our own research journey
began in fall 2012, when Kari initiated a pilot study of Indigenous graduate
students’ experiences studying their languages at universities. While this
preliminary investigation produced rich data warranting further exploration,
traditional ethnographic research methods, like interviews and surveys, were
limiting. Participants did not have space to express their identities through
their distinct languages and voices, nor could they contribute to the process
of meaning-making. Seeking to continue the research using a more appropriate
methodology, Kari invited Katie, a former classmate and participant in the
pilot study, to begin a collaborative autoethnographic study. Nitana joined
the following spring after meeting Kari at CUNY Graduate Center’s
Decolonizing Dialogues conference. As it turned out, Katie and Nitana already
knew each other from previous work at the American Indian Child Resource
Center in Oakland, California
|
Berkolaborasi antara peneliti dan partisipan
|
(5)
|
As students and language
learners, we resist expectations of failure in our efforts to ensure the
continuity of our Indigenous heritage languages. We then present personal
vignettes and a discussion of the importance of access to Indigenous
languages and the necessity of space at universities to engage in language
reclamation. Ultimately, we share a view of higher education as a tool—though
one that must be improved—that supports our contributions to language
reclamation efforts in our communities.
|
Analisis dan Penentuan kode tema
|
(2)
|
Research often focuses on
young first-language learners and elder fluent speakers, effectively ignoring
“the roles of intermediate life stages” in the dynamics of language
reclamation
|
Menceritakan kembali kisah
atau kejadian individu oleh peneliti
|
(36)
|
In our
research process, we explored the significance of access to language along
our language learning, educational, and professional trajectories. Responding
to Katie’s perception that learning Wa:šiw might require relocating to
Nevada,
Kari
wrote:
When we go
to school away from our communities, we are faced with a choice between
learning in the community and learning at the university. It would be great
if we could explore more in depth how we are navigating such decisions.
As we further considered
the ways in which we endeavored to access language while in school, we saw
themes of agency and persistence. From Kari’s selection of a master’s program
offering Chickasaw linguistics courses to Nitana’s diligence in studying from
off-campus to Katie’s thesis fieldwork on Wa:šiw, we actively and
continually sought out our languages.
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Riset naratif merupakan tipe desain kualitatif yang spesifik berupa narasi
sebagai teks yang dituliskan dengan menceritakan urutan peristiwa secara
terpernci
2. Jenis riset naratif meliputi autobiografi, biografi, riwayat hidup, personal
account dan auto-etnografi.
3. Karakteristik riset naratif terdiri atas pengalaman individu, kronologi
pengalaman, mengumpulkan cerita individu, menceritakan kembali, mengode untuk
tema, konteks atau setting serta kolaborasi dengan partisipan.
4. Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif adalah identifikasi fenomena
suatu masalah, memilih partisipan, menyampaikan cerita yang diperoleh dari
partisipan, restory atau menceritakan kembali, berinteraksi dengan
partisipan dan menulis pengalaman partisipan dalam laporan naratif, serta
menvalidasi keakuratan laporan.
5. Aspek yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca dan
pengevaluasi suatu penelitian naratif intinya berpusat pada partisipan dan
cerita yang akan di-laporkan adalah sesuai dengan penyampaian dari partisipan.
DAFTAR PUSTAKA
Assjari
dan Permanarian. 2010. Desain Penelitian Naratif. JASSI, 9 : 172 – 183
Chan, Elaine. 2010. Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative
Inquirer: Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting
Stories to Live By. The Journal of
Education Research, 103:113-122.
Connelly, F.
M., Clandinin, D. J. Story of Experience and Narrative Inquiry. Education
Research. 1s(5):2-14
Connelly, F.
M., Clandinin, D. J. 2000. Narrative Inquiry: Experience and Story in
Qualitative Research: Jossey-Bass
Creswell, J.
W. 2012. Education Research Planning Conducting and Evaluating Qualitative
and Quantitative Research. New Jersey: Pearson Education, Inc
Kari, et al. 2015. Claiming Space: An Autoethnographic Study of
Indigenous Graduate Students Engaged in Language Reclamation. 17(2),
73-91
Riessman, C.K. 2008. Narrative
Methods for the Human Sciences. Los Angeles : Sage.
Sandelowski, Margarete. 1991. Telling Stories: Narrative
Approaches in Qualitative Research. IMAGE :
Journal of Nursing Scholarship, 23 (3), 161-166.
Komentar
Posting Komentar